Cr : MotretJKT48 |
"Persahabatan itu indah, tanpa sahabat hidup ini terasa
hampa, sepi, sendiri. Persahabatan bagai kepompong, mungkin itulah salah satu
lagu favoritku dengan sahabatku, Ria. Setiap saat, aku selalu bersama
dengannya. Entah kenapa aku merasa klop dengannya. Kita bagaikan saudara kembar
yang terpisah. Teman sekelas kami bilang, wajah kita mirip. Hal yang kita
sukaipun serupa, mulai dari warna, style rambut sampai baju, idola, sampai
komik favorit pun kita sama. Tapi, aku menyesal. Aku benar benar sangat
menyesal. Lebih dari sebuah penyesalan karena cinta. Bukan pula karena aku
menyesal berteman dengan Ria. Sebaliknya, aku sangat beruntung berteman
dengannya. Lebih beruntung dari mendapatkan tanda tangan artis idola. Tapi,
sayang aku terlambat. Aku menyesal. Kenapa penyesalan datang terakhir. Tapi ini
semua terlanjur terjadi. Sehingga aku terlambat untuk meminta maaf padamu, Ria.
Dan kini aku hanya bisa menatap sebuah batu nisan bertuliskan namamu, ku ingat
awal kejadian itu hingga semua menjadi begini".
Saat
itu bel sekolah telah berbunyi jam pelajaran pertama dimulai. Bu Inggrid datang
dengan seorang gadis seusiaku dan Ria. Ternyata dia murid baru di kelasku. Bu
Inggrid mulai memperkenalkan gadis itu.
“Anak – anak hari ini ada murid baru di kelas ini. Ayo perkenalkan
dirimu”. Ucap Bu Inggrid. “Selamat pagi teman – teman, perkenalkan nama saya
Rosavina Melati, kalian bisa panggil saya Rosa. Salam kenal”. Ucapnya
memperkenalkan diri. “Rosa, sekarang kamu bisa duduk di bangku yang kosong di
belakang”. “Maaf bu, saya tidak biasa duduk di belakang, karena mempersulit
saya untuk bertanya”. Ucap Rosa kembali. “Ooh.. kalau begitu, Ria, sekarang
kamu pindah ke belakang. Rosa, kamu boleh duduk di sebelah Melody”. Perintah bu
Inggrid. “Tapi, bu. Saya selalu duduk dengan Ria, bu”. Ucapku, tanda tak setuju
dengan keputusan bu Inggrid. “Sudah, lakukan saja perintah ibu, pelajaran akan
segera di mulai”. “Sudahlah Mel.. istirahat nanti kita bisa kumpul lagi,kan.
Aku pindah dulu ya”. Ucap Ria pasrah.
Akupun hanya dapat mengernyitkan dahi saat Rosa duduk di sebelahku.
“Iiih.. kenapa sih, aku harus duduk bareng Rosa”. Batinku,
seraya memperhatikan penampilan Rosa. “gayanya bak orang terpandang, simple
tapi anggun, sedangkan aku, biasa saja. Mungkin aku dan Ria bisa belajar dengannya tentang dunia fashion,
siapa tahu dia mengerti tentang dunia fashion. Dan mungkin dia bisa memperbaiki
gayaku dan Ria”. Batinku kembali. Aku mulai mengobrol dengannya.
“Hai, aku Melody”
“Hai juga “
“Sepertinya, kamu orang terpandang ya?”
“Iya donk, lihat style-ku. Papaku kan pejabat di Kota ini,
papaku pindah tempat kerja, jadi aku juga harus pindah”
“Ooh.. gitu”
Lama-
lama berbicara dengan Rosa lumayan seru. Banyak pelajaran tentang dunia fashion
yang kudapat darinya, karena dia kebetulan mengerti fashion. Kurasa, aku mulai akrab dengannya.
Bel berbunyi tanda istirahat. Ria datang menghampiriku, aku yang tengah
mengobrol asyik dengan Rosa sepertinya merasa terganggu. “Mel, ke kantin yuk”.
Ajak Ria. “Tunggu deh Ria, aku lagi asyik ngobrol nih, kamu ke kantin duluan
aja”. Balasku tak menghiraukan Ria. Lama berbicara dengan Rosa. Aku jadi lupa
dengan Ria. Aku segera mencarinya. Akupun menemukannya sedang duduk sendiri di
meja kantin. Akupun menghampirinya.
“Hai Ria, sorry ya aku baru datang, keasyikan ngobrol
tentang fashion ama Rosa. Dia ternyata ahli lho tentang dunia fashion, aku jadi
pengen kaya’ dia”
“Owh. Iya, gak papa kok. Tentang fashion ya, asyik tuh. Tapi
ada yang lebih seru lho dari fashion”
“Apa?”
“Komik kesukaan kita edisi terbarunya udah datang lho”
“He? Beneran?, asyik tuh… pengen!!!”
“Ya udah, nanti kita ke toko buku yuk!”
“Ya, pasti”
Bel
masuk berbunyi, rasanya aku semakin senang duduk dengan Rosa. Aku memulai
pembicaraanku lagi dengan Rosa. Ini semua rasanya seru, berbicara tentang
fashion.
“Nanti ke butik aku yuk, ada model baju terbaru di sana
lho”. Ajak Rosa.
“Butik?, mm…”. Aku kebingungan, mana yang harus kupilih,
butik atau komik. “Mungkin Ria bisa mengerti, lagi pula ini semua penting
bagiku untuk cita-citaku”. Pikirku. “Oke deh, Ros, aku mau, nanti sepulang
sekolah kan?
”. “Ya”.
Bel
sekolah berbunyi kembali, saatnya pulang sekolah. Aku mencari Ria untuk membatalkan janjiku dengannya.
Akhirnya kutemukan juga dia, dia sedang berdiri di depan gerbang sekolah,
mungkin menungguku.
“Ria!”. Sapaku seraya melambaikan tangan.
“Melody”. Balasnya lalu senyum manis muncul dari bibirnya.
“Maaf
ya, aku lama, tapi…”. Aku yang tengah berbicara langsung di potong oleh Ria.
“Ya, gak papa kok. Yuk cepet ke toko buku ntar keburu
tutup”. Ajak Ria sambil menarik
tanganku.
“Tapi, maaf Ria , aku gak bisa, sekarang aku mau ke butiknya
Rosa. Kamu tahukan, kalau aku ingin menjadi seorang desainer, jadi aku harus
tau banyak tentang ini. Kamu bisa mengertikan?”.
“Owh begitu, ya sudah gak papa, aku beli komik sendiri,
besok aku pinjemin”.
“Oke”.
Esok
harinya aku datang lebih pagi, lagi lagi aku menolak Ria untuk berangkat
sekolah bersama, karena aku akan berangkat sekolah dengan Rosa. Kuperhatikan
penampilanku “Sip!”. Mobil hitam datang menjemputku, itu Rosa. Akhirnya kami
berangkat bersama. Sesampainya di sekolah, akupun langsung membaca majalah
fashion dengan Rosa, sungguh menyenangkan. Lalu Ria datang, dan mungkin mengganggu suasanaku.
“Mel,
ini komiknya, seru lho”. Ucap Ria.
“Owh,
ya”. Balasku.
“Eeh..
tunggu, kamu suka komik beginian, Mel ? Kalau aku sich, ogah banget”. Seru
Rosa.
Aku berfikir sejenak, “Kalau aku bilang aku suka komik itu,
pasti Rosa menjauhiku. Lebih baik aku berbohong”. Batinku.
“nggak
kok Ros, aku gak suka yang beginian, Ria aja maksa aku baca ini”. Ucapku
berbohong.
“Tapi
Mel, inikan komik favorit kita?”.
“Kita
apanya? Kamu aja kali’?”. Ucapku sedikit membentak, harusnya Ria mengerti.
Ria pergi
meninggalkan aku, raut wajahnya sedikit kesal.
“Ehh,
Mel , kamu kok mau sih, temenan sama dia?”. Tanya Rosa.
“Entahlah, mungkin yang kita sukai hampir semuanya sama. Tapi, dia
sahabatku dari kelas satu SD”.
“Kok
mau sih, kalau aku pasti gak mau. Lihat gayanya, norak kan? Bandingin deh sama
kamu yang sekarang, lebih fashionable”.
Aku tak membalas perkataan Rosa,Ria sahabatku sejak kelas 1 SD, mana mungkin aku
meninggalkannya.
Hari
hari berlalu, kini aku sering menghabiskan waktuku dengan Rosa. Aku selalu
menghiraukan Ria . Kini aku juga sering pergi ke mall atau butik, dan juga
membaca majalah fashion dengan Rosa. Hariku terasa semakin berwarna, kini aku
tahu banyak tentang fashion, dan semoga cita-citaku untuk menjadi desainer tercapai. Saat itu aku sedang membaca majalah
di jam istirahat bersama Rosa. Kemudian Ria datang menghampiriku, rasanya aku
lama tak mengobrol atau hanya sekedar berbicara dengannya.
“Mel, nanti temenin aku ke toko buku yuk!”. Ajak
Ria
“Tapi
nanti aku dan Rosa akan pergi ke butik untuk melihat model baru”.
“Tapi
kan kita udah lama gak ke toko buku”.
“Ya,
tapi kamu tahukan cita – citaku, harusnya kamu mengerti donk”.
“Tapi
Mel, aku pengen ke toko buku bareng kamu seperti dulu lagi”.
“Ahh
udah deh Ria, jangan paksa aku!”. Seruku sedikit membentak.
“Ayolah Mel , sekali ini saja, ini yang
terakhir aku ke toko buku, ayo Mel, ayo!”.
“Udahlah Ria, kalau aku gak mau berarti aku gak mau, denger
ya! Sekarang aku gak seperti dulu lagi. Aku bukan anak-anak lagi, aku udah
dewasa dan sekarang aku gak suka komik lusuhmu itu!!”. Bentakku pada Ria.
“Mel, kamu kok berubah sih? Aku kecewa sama kamu, inget gak
sih, dulu kita selalu bersama, jalan bareng, berangkat bareng, pulang bareng,
sedih bareng, tapi sekarang? Kamu malah deket ama dia tuh! Si Rosa yang sok
fashionable!!!”. Bantah Ria sembari mengusap air matanya yang jatuh ke pipinya.
“Apa kamu bilang? Berani kamu sama aku? Ayo sini!!”. Rosa
ikut adu mulut dengan Ria.
“PYAAR!!”. Sebuah tamparan dari tangan Ria pun melayang di
pipi Rosa. Air mata pun terus mengalir membasahi pipi lembutnya.
“Ria… Stop !! Apa-apaan sih kamu itu?? Berani kamu nampar
Rosa? Sekarang ayo tampar aku! Tampar cepat!!”. Aku marah kepada Ria.
Ria terdiam,
sepertinya ia takut menamparku.
“Udah deh, mending kamu pergi sana!! Kamu itu parasit tahu
gak? Mengganggu hariku”.
Ria berlari ke
koridor sekolah, matanya semakin sembab karena terlalu banyak menangis, kurasa
aku harus melupakannya, aku terlanjur malu pada Rosa.
Sebulan berlalu, kini aku tak berhubungan lagi dengan Ria . Akupun tak
pernah memperdulikannya, walau Ria
sesekali tersenyum kepadaku. Pernah kulihat wajahnya semakin pucat dan
terus bertambah pucat, namun semua itu kuhiraukan. Hingga suatu hari, aku di
ajak ke pesta ulang tahun Rosa. Aku harus tampak istimewa di acara itu, ku rela
membuka celengan hanya untuk membeli sebuah kado dan gaun mewah, tapi uangku
tak cukup untuk semua itu, akhirnyapun aku hanya memakai gaun lamaku. Hari yang
dinanti tiba, aku pergi ke pesta ulang tahun Rosa, aku selalu berusaha untuk
tampil lebih anggun dan fashionable, tetapi sepatu yang kupakai rasanya kurang
nyaman, tetapi aku ingin tampil tetap istimewa di pesta itu, karena tamu – tamu
disana para pejabat. “Ros, selamat ulang tahun ya”. Ucapku memberi selamat.
“Makasih ya Mel, oh ya, ini kenalin sahabatku di sekolahku yang lama, namanya
Linzy”. “Melody ini Linzy”.Rosa pun memperkenalkan teman lamanya, “Kenalin
namaku Melody” sembari memperkenalkan diri.
Sepertinya raut wajah Linzy tak suka kepadaku. Sesekali kulihat Linzy
berbisik kepada Rosa. Raut wajahnya seakan menggambarkan rasa tak suka. “Ros, aku ambil minum dulu ya”.
Ucapku. “Owh, oke deh”. Aku hendak meminum segelas sirup yang kuambil, tetapi
tiba-tiba Linzy datang dengan amarahnya. “Heh! Ngapain lo cari muka di depan Rosa?
Cewek norak kaya’ lo mending jauh jauh deh dari sini!”. Bentaknya dengan bahasa
yang menurutku kurang sopan. “Aku hanya ingin berteman dengan Rosa kok”. “Aah..
udah!! Nih rasain karena lo udah ngerebut sahabat gue”. Lalu Linzy menumpahkan
segelas sirup ke rambutku, penampilanku acak – acakan. Rosa menghampiriku,
“Ros, Linzy num…”. Belum selesai aku berbicara Rosa memotong “Eh Melody ! Kog
penampilanmu acak-acakan sih? Enggak
banget gitu, mending kamu jauh-jauh dari sini! Pergi sana! Dan jangan deketin
aku lagi, gaun lama juga masih di pake’, sorry ya Mel, kita gak selevel”.
Perkataan Rosa serasa mencabik cabik hatiku. Hatiku serasa di obrak abrik
monyet gunung, hatiku sakit, aku galau, tetapi bukan karena cinta, tapi kecewa
pada seseorang yang kupercaya untuk menjadi sahabatku. Padahal selama 8 tahun
aku bersahabat dengan Ria, ia tak pernah mengusirku,membuatku menangis, dan tersedu pun tidak pernah Ria
lakukan kepadaku, ucap Melody dalam hati. Aku telah melupakan Ria, “Apa –apaan
kamu Mel !! Kamu bodoh!! Kenapa kamu bersikap begitu pada sahabatmu sendiri??
Sahabat sejatimu, seperjuanganmu? Kenapa Mel? Kenapa?”. Teriakku pada diriku
sendiri yang merasa bersalah. “Besok aku harus ketemu Ria, aku harus minta
maaf”. Tekadku.
Aku
datang pagi, aku sengaja tak menjemput Ria, karena aku ingin bertemu langsung
dengan Ria di sekolah. Aku mencari Ria
ke seluruh penjuru sekolah, namun hingga bel masuk berbunyi aku tak
menjumpainya. Aku masuk ke kelas, Rosa pun kini tak duduk bersebelah denganku.
“Ria ,Kamu dimana?”. Esok harinya aku mencarinya lagi, tetapi lagi-lagi aku tak
menemukannya, aku coba telpon dia, tetapi Hp-nya tidak aktif, aku coba datangi
rumahnya, namun tak ada jawaban. Ria menghilang tanpa jejak.
Sebulan berlalu, aku masih tak bertemu Ria. Aku makin merindukannya,
kini aku sendiri tanpa dirinya, aku menyesal karena aku tak menghiraukannya.
“AARGHH!! Kenapa kamu Ria ? Kamu di mana sih?”. Aku pulang ke rumah dengan
wajah kusut seperti belum di setrika, lalu mama datang menghampiriku,
sepertinya ada sesuatu yang ingin mama sampaikan, dan kurasa itu penting.
“Melody, kamu udah tau kalo Ria
meninggal?”. Tanya mama. Aku mendadak terdiam, terkejut, tak percaya,
rasanya kegalauanku semakin bertambah parah, hatiku sakit lagi, lebih sakit
dari perkataan Rosa kepadaku, lebih sakit saat Linzy menumpahkan sirup ke
rambutku, lebih dari di acak monyet gunung, mungkin di acak- acak gorilla yang
tengah mengamuk. “A..a…aapa ma? Gak mungkin ma, gak mungkin, aku gak percaya
ma, aku gak percaya!”. Lirihku sembari meneteskan air mata. “kalau kamu gak
percaya, hadiri saja pemakamannya. Aku segera berlari mengambil sepeda,
mengayuhnya sekuat tenagaku, di pemakaman aku lihat segerombol orang berbaju
hitam-hitam dengan persaan berduka cita atas meninggalnya sahabat karibku ini,
aku segera berlari menuju pemakaman itu, berdesakan di antara orang- orang yang
datang untuk memakamkan Ria. Air mataku semakin mengalir deras, tak terbendung
lagi. Saat semua orang sudah pergi, aku masih tetap berada di dekat kuburan
Ria. Tertera namanya di batu nisan, “Nurianty Salsabila”, seseorang yang
kurindukan kini berada di dalam tanah, hanya sebuah batu nisan dengan namanya
yang dapat ku lihat tentangnya. Tiba tiba, ibu Ria menghampiriku dan memberi
sepucuk surat dari Ria. Aku membukanya perlahan, tanganku bergetar membaca
surat itu, membacanya membuat hatiku, jantungku, ragaku, semakin sakit.
Salam Persahabatan :
Mel,
Sebelumnya maaf gak ngasih tahu kamu tentang ini, tetapi kamu jangan sedih, kalau
kamu masih ingat aku, ingat kenangan kita, aku sudah buatkan album berisi foto
kenangan kita, jangan sedih ya. Sebenarnya, 2 bulan lalu, aku diagnosis terkena
penyakit kanker darah, entahlah namanya apa, bahasanya terlalu sulit untuk
kulafalkan, tak semudah aku melafalkan namamu. Aku gak marah ke kamu kok, aku
tetap setia sama kamu, walau kamu benci aku sebenci- bencinya, aku tetap sayang
kamu, walau kamu gak bisa temenin aku ke toko buku di hari terakhirku, aku gak
marah, karena kita sahabat sejati, sebulan aku bolak balik rumah sakit, sebulan
aku di rumah sakit, rasanya 2 bulan tak bertemu denganmu membuatku rindu
padamu. Tapi apa daya, ini sudah takdirku, di hari – hari terakhirku aku
menulis surat ini buat kamu, semoga kamu ingat aku terus ya.. persahabatan kita
jangan pernah kamu lupakan. Yang terakhir, semoga kamu nemuin sahabat yang
lebih baik dari aku, dan mengerti juga menerima kamu apa adanya. AKU KAMU KITA
BERDUA SEHATI SELAMANYA FOR MY BEST FRIEND. Jangan lupa ikrar kita ya…..
selamat tinggal MELODY…
Sahabatmu,
NURIANTY SALSABILA
Dan
kini, hatiku tertegun, di hari ini, akhir dari semuanya, mengingat awal
kejadian itu membuatku gila. Hatiku menangis membaca surat dari Ria, air mata
ini tak berhenti keluar. Kurasa aku orang paling bodoh di dunia karena
menyianyiakan seorang sahabat yang selalu bersamaku. Maaf Ria, di hari
terakhirmu aku tak berada di dekatmu, tak berada di sampingmu, tak menemanimu.
Aku menyesal pada diriku sendiri. Menyesal karena karena melupakanmu, aku benar
– benar menyesal, sekali lagi aku bilang aku menyesal, andai aku terus
bersamamu, menemanimu, disaat gundahmu. Maaf Ria, karena aku melupakanmu, maaf,
sekali lagi maaf karena melupakanmu.
***