Sabtu, 22 Maret 2014

Good Bye

Senja mulai menampakkan diri, walau senja itu akan digulung oleh malam nantinya, tapi senja masih sempat memberikan keindahan pada dunia walau hanya sesaat, walau hanya selayang pandang, walau hanya sekilas namun efeknya sangat luar biasa terhadap keindahan dunia.
“Rilla, jangan tinggalkan aku!” pinta Ryan sambil memegang erat kedua tangan Rilla.
“maafkan aku yan, aku harus pergi! Tak ada gunanya bukan aku di sini?” kata Rilla sambil memcoba melepaskan eratnya pegangan Ryan, namun Rilla tak berhasil.
“Lepaskan tangan ku.” kata Rilla berang.
“Aku tak akan melepaskannya.”
“Mau mu, apa hah?”
“Aku tak mau apa-apa, aku hanya ingin kamu disini, tetap disini bersamaku.” Ryan memelas.
“Aku gak bisa, aku harus pergi!”
Ryan hanya menggeleng, menolak semua kata-kata Rilla itu, wajahnya memelas minta dikasihani. Tanpa dirasa mata Ryan mulai berair.
“Alasan apa yang akan kamu gunakan untuk meninggalkan ku, bukankah kita saling cinta!”
“Itu lah alasannya. Cinta alasannya, aku tak sungguh-sungguh mencintaimu!” Rilla menjawab dengan senyum sinisnya. Ryan kaget mendengar kata-kata dari Rilla, perempuan yang sangat dicintainya, perempaun yang tak pernah tergantikan di hatinya. Tapi justru bisa keluar kata-kata seperti itu dari bibir manis Rilla.
“Lepaskan tanganku! Aku tak mencintaimu, ingat, aku tak mencintaimu Ryan! Tak pernah, cam kan itu!” sambil menunjuk tepat ke wajah Ryan. Seperti disambar petir, Ryan tak bergeming, seakan seluruh tubuhnya tak berdaya. Dia memandang lekat-lekat mata sang pujaan hatinya itu, namun dia tak melihat mata Rilla yang dulu lagi dan di mata itu pun tak ada lagi bayang Ryan, yang ada hanya kemarahan. Perlahan-lahan Ryan melepaskan genggaman tangannya yang memegang erat jemari Rilla. Rilla berlari meninggalkan Ryan seorang diri terpaku di senja nan mulai digulung oleh gelapnya malam. Rilla mulai jauh dari pandangannya, mulai tak tampak. Namun dengan sekejap dia sadar dan langsung berlari mengejar Rilla”
“Tunggu, Rilla, tunggu.” Teriak Ryan, tapi Rilla tak menghiraukan, terus berlari menjauh dari Ryan. Semakin kencang dia mengejar, semakin jauh bayang Rilla dan tiba-tiba kakinya tersandung dan terjatuh.
BRUUKH…
Aww aww… ucap Ryan sambil mengelus keningnya yang mencium marmar, “loh, dimana aku? Bukannyanya tadi di pantai, kok bisa di kamar?, berarti tadi hanya mimpi.” Pikir Ryan, dan benar saja, tadi hanya mimpi. “Amit-amit, jangan sampai mimpi itu jadi kenyataan. Tak tau apa jadinya nanti kalau sampai kamu meninggalkan ku Rilla” lanjutnya.
“Sayang, kamu kenapa? Kok bengong gitu, dimakan gih makanannya,” kata Rilla sambil menyenggol tangan kekasihnya, siapa lagi kalau bukan Ryan. Ryan hanya kelimpungan, ahh ternyata mimpinya semalam masih menghantui pikirannya, dia masih kepikiran dengan mimpi itu, kenapa pula tumben-tumbennya dia bermimpi seperti itu. Ryan kembali bengong.
“Sayang?” kembali Rilla memanggil, tapi tetap saja Ryan masih bengong dengan pikirannya yang melayang-layang, raganya aja yang disini, tapi pikirannya berada dalam mimpinya malam tadi.
“RYAAAAN…” Panggil Rilla berang, suaranya keras, semua orang yang berada di café itu langsung melihat ke arah mereka berdua, Rilla jadi salah tingkah, malu sendiri karena suaranya yang cempreng itu, sedangkan Ryan kaget setengah mati, dia hanya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, dia jadi merasa salah sendiri.
“Duh, maaf sayang. Tadi ngelamun!” kata Ryan nyengir
“Ngelamuin apaan sih? Ngelamunin cewek lain?” Tanya Rilla ketus.
“Gak kok, cewek aku itu hanya kamu seorang, gak ada yang lain!” sambil menggenggam jemari kanan Rilla
Rilla hanya tersenyum, tapi di hatinya ia bertanya-tanya, apa yang sedang dipikirkan oleh Ryan, tidak biasanya Ryan bengong seperti itu, biasanya Ryan selalu asyik. Tapi tadi dia lebih banyak diam.
“oh ya, habis ini kita kemana?” Tanya Ryan mencairkan suasana yang mulai terasa kaku.
Tterserah,”
“Kok terserah sih, kamu marah?”
“Gak”
“Terus?”
“Gak ada terusnya” balas Rilla cuek
“Kamu kenapa sih, aneh gitu?” Tanya Ryan sebal
“Gamunya yang kenapa?”
“Kok malah Tanya balik sih..” Ryan mulai sebal setengah mati, dan dia harus mencari cara jitu supaya keadaan membaik, kalau ego sama ego, api dah yang bakal menyala. Harus ada yang jadi air nya nih untuk memadamkan api yang sedang membara.
“Ya udah, aku minta maaf, aku sadar tadi aku cuekin kamu. Maafin aku ya” Ryan mengulurkan jari kelingkingnya dan langsung disambung oleh senyum manis di bibir Rilla.
Ryan menggengam erat sekali tangan Rilla, enggan untuk melepas walau hanya sedetik. Mereka berjalan beriringan, melangkahkan kaki, mengayunkan tangan serta saling melempar senyum. Sungguh pasangan yang sangat cocok. Tapi meski begitu, perasaan Ryan masih tak tenang, mimpi tadi malam masih mengganggu, bahkan sangat mengganggu. “lupakan soal mimpi itu yan, jangan merusak indahnya hari ini.” Ryan membatin.
Meski sekarang sudah duduk di belakang stir mobil, fokusnya bercabang antara jalan dan mimpi, mimpi itu selalu datang, bahkan Rilla yang berbicara dari tadi pun diacuhkannya.
Rilla mulai sewot. “Ryan..”
Ryan tak mendengar, sama seperti waktu di café tadi. Rilla mulai sebal, emosi kembali mendatangi, wajahnya meringis menahan sesak karena marah. Dipandangi lamat-lamat rupa Ryan, tak ada yang aneh, masih seperti dulu, masih cakep dengan sedikit kumis di wajahnya, tapi ketika memandang lamat-lamat mata Ryan dari samping, seperti sedang ada beban yang dipikulnya, seperti ada sesuatu hal yang disembunyikannya dan jelas itu membuat Rilla sangat penasaran.
“Kembali lagi deh kayak tadi, kalau punya cewek satu lagi bilang aja, aku ngerti kok.” Rilla menyindir dan terang saja langsung membangunkan Ryan dari lamunanya.
“Apaan sih kamu.” Ryan sebal
“Kamu itu yang apaan, dari tadi bengong terus” kata Rilla sambil menatap lurus ke depan
“Aku gak bengong..”
“Kalau gak bengong, terus apa namanya? Ngelamun? Sama aja kale!”
“Aku capek tau, denger kamu marah-marah gak jelas, bentar-bentar langsung sewot tanpa alasan” kata Ryan kesal
Rilla ketawa kecut. “aku gak akan marah kalau kamu gak seperti ini”
“Gak seperti ini bagaimana.” balik bertanya
“Dari tadi ngelamun terus, aku gak pernah kamu anggap dari tadi, aku capek seperti ini terus”
“Kalau capek ya istirahat.” jawab Ryan nyengir, sambil mendinginkan suasana.
“Aku serius yan,” Rilla mulai gregetan. Tapi dia masih penasaran apa yang sedang terjadi dengan Ryan, tidak biasanya dia seperti ini.
“Aku juga serius, kalau capek ya istirahat dong, gitu aja kok repot,” maksud ingin mencairkan suasana, eh malah jadi runyam. Rilla langsung terpancing emosi, dia sedang ingin serius eh malah dicandain, padahal dalam waktu yang tidak pas, yang dibutuhkannya hanya penjalasan kenapa dia bersikap aneh hari ini, tak lebih dan tak kurang hanya itu. Tapi malah Ryan mulai membuat semua menjadi runyam.
“Turunin aku disini!” kata Rilla kesal.
Ryan menoleh dengan kaget, tak menyangka ternyata Rilla akan minta turun, dan jelas tak akan dilakukannya. Ryan menggelengkan kepalanya. Rilla mulai uring-uringan sambil menahan emosi, tapi kali ini emosi benar-benar telah menguasai Rilla, emosi telah menduduki puncak tertinggi.
“Turunkan aku sekarang, atau aku akan lompat?” Rilla mengancam. Dan sontak saja membuat Ryan kelabakan sehingga teledor dan tak memperhatikan laju kendaraannya.
“Ryan awaaaas…” teriak Rilla dan sontak membuat Ryan kaget dan langsung membanting stir ke kanan, tapi laju mobil tak dapat dikendali, sehingga mobil menabrak pembatas jalan yang mengakibatkan mobil itu berguling-guling, entah berapa kali mobil itu terguling hingga digulingan terakhir kondisi mobil sangat parah, mobil ini terbalik. Bunyi klason ada dimana-mana, para pengguna jalan langsung panik berlarian melihat korban yang masih tergeletak di dalam mobil. Rilla dan Ryan mengalami luka yang cukup serius. Dan tubuh tak berdaya mereka langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Seminggu sudah berlalu, meninggalkan kisah naas kecelakaan siang itu, meninggalkan bekas begitu dalam, jejak yang sampai kapanpun tak akan bisa dilupakan, perih terhenyut karena kehilangan tak mudah diterima dan perih karena luka akan sulit terobati. Hanya waktu.
Rilla membuka perlahan-lahan matanya, pandangannya masih buram, tidak begitu jelas dia dapat melihat, dipejamkan kembali matanya, terus dibuka kembali, tapi tetap saja samar-samar. Setelah hampir beberapa kali dia mencoba baru kini pandangan sudah kembali normal seperti biasanya.
“Alhamdulillah, kamu sudah siuman!” Mama mendekati tbuh lemas Rilla. Rilla hanya tersenyum.
“Ma, bagaimana dengan Ryan ma? Dia baik-baik aja kan?” Tanya Rilla tanpa basa-basi. Mama tidak tahu harus menjawab apa, mama menundukkan kepalanya, tak sanggup harus mengatakan apa lagi.
“Mama, kenapa diam aja?, ayo jawab pertanyaanku ma!” Rilla mulai menangis, perasaannya mulai tak tenang.
Mama mengulurkan sesuatu ke tangan Rilla, kertas berwarna Biru dan jelas itu sebuah surat.
“Ini apa ma?” Rilla mulai bingung, perasaannya semakin bercampur aduk. Tapi tetap saja Mama tak menjawab, tetap diam membisu, bukan mama tak ingin menjawab pertanyaan dari putrid kesayangannya ini, tapi mama benar-benar tak mampu, tak mampu harus memberitahukan apa yang terjadi sebenarnya, cukuplah surat itu saja yang menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Rilla menatap heran mamanya, tapi tangannya mulai membuka surat itu dan membaca bait demi bait kata yang tertulis rapi.
25 februari 2013
06.20 wib
Selamat pagi manisku, lihat deh pagi datang kembali menjelang, menyapa kita dengan senyuman. Setelah tiga hari koma mendatangiku, aku kembali sadar, tapi kudapati dirimu masih tertidur pulas dengan mimpi indahmu. Kata dokter kamu juga mengalami koma. Tapi hanya batas waktunya aja yang berbeda.
Rilla menoleh kembali ke Mama, wajahnya menampakkan kebingungan. Apa maksud dari surat ini. Seperti itulah kira-kira wajahnya Rilla menjelaskan kebingungannya, tapi dia kembali membaca.
Manisku, mungkin aku tak bisa seperti dulu lagi, mengajakmu tertawa bersamaku seperti hal-hal lain yang sering kita lalui bersama. GOOG BYE adalah kata sangat aku benci, aku tak ingin meninggalkan seseorang yang aku cintai, tapi waktu, waktu membuat itu semua terjadi. Kamu jangan mempersalahkan keadaan dan jangan pula kamu menyalahkan waktu.
Rilla bertambah bingung, apalah maksudnya dengan semua ini, tapi Rilla dapat menagkap 2 kata GOOD BYE. Hatinya mulai tak tenang dan air mata pun mulai merambat untuk jatuh.
Bukan aku sok mengetahui tentang kematian atau tentang maut yang akan menjemputku dan tentang tanah yang akan memintaku untuk kembali. Tapi, firasatku mengatakannya, aku disadarkan dari koma ini hanya sebentar, hanya memberi aku kesempatan untuk mengucapkan GOOD BYE padamu manisku, saat aku hendak menemuimu, ku dapati dirimu masih tertidur pulas.
Kamu ingat siang itu? Siang sebelum kecelakaan naas itu terjadi, pasti kamu ingat. Di hari itu aku memang lebih banyak melamun, bukan melamun tentang cewek lain. Tapi, tentang mimpi, mimpi yang akan membuat aku kehilanganmu, kamu pergi meninggalkanku tanpa alasan dan untungnya itu hanya mimpi. Tapi mimpi itu jadi nyata, aku tetap kehilangan kamu, bukan kamu yang pergi, tapi aku yang akan pergi, kali ini aku pergi bukan untuk kembali, tapi aku pergi untuk selama-lamanya.
Mungkin saat kamu membaca surat ini aku telah pergi, pulang kepangkuannya dan kembali ke tanah. Satu pintaku, biarkan aku pergi, jangan menangis apalagi sampai mengeluarkan air matamu, aku pergi bukan untuk ditangisi, aku pergi untuk didoakan.
I LOVE YOU
GOOD BYE
First love Ryan.
Rilla tak menangis, dia hanya diam. Tak tau apa yang akan dilakukannya, menangis? Ryan melarangnya. Marah? Alasan apa yang akan digunakannya. Benci? Kepada siapa dia akan benci, tuhan? Tuhan telah membawa Ryan ke pangkuannya. Tanah? Tanah memang sewajarnya dia meminta Ryan kembali pulang.
Dan tiba-tiba pandangan Rilla kembali buram, dan seketika langsung gelap gulita.

Cerpen Karangan: Afriani 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fitri's Blog Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger