Rena adalah nama gadis yang saat ini duduk di kelas 1 SMA itu sangat-sangat mengagumi kakak kelasnya bernama Fandi. Tak salah jika Rena mengagumi sosok kakak kelasnya itu, karena kakak kelasnya itu cerdas, dan merupakan anak yang dikenal di sekolah. Fandi dikenal karena ia merupakan ketua ekskul basket sekaligus kapten tim basketnya, ia juga ketua OSIS. Namun sayang, harapan Rena untuk menjadi pacar Fandi harus pupus karena ternyata Fandi sudah memiliki pacar yang bernama Dinda, yang juga merupakan kapten tim basket cewek. Tapi tidak sedikit juga kakak kelas Rena yang menyukai Rena karena ia juga gadis cantik, cukup pintar dan tergabung dalam ekskul cheerlyders. Dan Rena mulai mengagumi Fandi sejak ia sering tampil bersama tim basket saat bertanding.
Hari ini Rena dan teman-temannya yang tergabung dalam ekskul
cheerlyders sedang latihan. Sahabat Rena, Lesya yang juga tergabung dalam
cheerlyders menegur Rena yang sedang duduk melamun.
“Rena, kau melamun?” tanya Lesya menghampiri Rena.
“Hmm? Tidak” Rena menggeleng.
“Kau tidak bisa berbohong denganku. Pasti yang sedang kau
fikirkan adalah orang yang sama dengan orang yang sebelumnya memang sering kau
lamunkan” tebak Lesya mengelus bahu sahabatnya itu.
Rena mengangguk…
“Iya, sama seperti sebelum-sebelumnya, yang selalu ku
lamunkan adalah Fandi. Hanya dia, ku selalu memikirkannya, tak pernah ada
habisnya”
“Kau tahu kan bahwa ia sudah memiliki pacar?” tanya Lesya
menatap Rena dalam-dalam seolah mengingatkan Rena bahwa Fandi sudah memiliki
Dinda.
“Aku tahu itu. Tapi aku selalu menginginkanya, belaian dari
tangannya” jawab Rena berharap.
“Sebenarnya bagaimana Fandi di matamu?” tanya Lesya meneguk
air minumnya.
“Mungkin dia harta yang paling terindah di perjalanan
hidupku, sejak derap denyut nadiku” jawab Rena membuat Lesya melongo.
“Ya, kini aku yakin bahwa kau memang sangat-sangat
mengaguminya”
Rena menoleh ke arah Lesya…
“Mungkin hanya dia. Indahnya sangat berbeda, aku haus
merindukannya”
Lesya mengangguk, dan berkata…
“Mungkin dia hanyalah cinta yang bisa kau simpan dalam
hatimu saja”
“Mengapa?” tanya Rena menyeritkan dahinya.
“Selama ini kau melamunkannya, kau mengaguminya, tapi kau
tidak pernah memberitahunya”
“What? Jika aku akan mengatakan yang sebenarnya kepada
Fandi. Tak bisa ku bayangkan betapa malunya aku, akan ku sembunyikan di mana
muka ini?”
Lesya hanya mengangkat bahunya.
Rena bingung dengan yang dikatakan Lesya. Ia memang ingin
Fandi tahu bagaimana perasaannya kepada Fandi, namun ia tidak ingin dicap
sebagai perebut pacar orang karena terang-terangan menyatakan perasaannya
kepada cowok yang sudah jelas memiliki pacar.
“Jadi apa yang harus aku lakukan? Apakah aku hanya bisa
menyimpan cintaku dalam hati sama seperti yang dikatakan Lesya?” tanya Rena
dalam hati.
Bingung dan kegelisahan Rena hanya disimpannya, ia tak tahu
harus bersikap apa agar Fandi mengetahui perasaannya tanpa Rena merasa malu.
Saat latihan cheerlyders kembali seperti biasanya Rena
kembali melamun, Lesya pun menghampiri Rena kembali membuyarkan semua lamunan
Rena.
“Kembali melamunkan Fandi, lagi, dan lagi” ujar Lesya
berjalan menghampiri Rena.
Rena menengok ke arah Lesya…
“Kau sudah bisa menebaknya”
“Karena aku sudah terbiasa” jawab Lesya tersenyum.
“Tapi kau mendukungku?”
Lesya mengangguk.
“Mungkin banyak cowok yang jauh lebih tampan, lebih pintar,
dan lebih dari segala yang dimikili Fandi. Tapi aku tak tahu mengapa hanyalah
dia yang bersarang difikiranku, hanya dia” ujar Rena dengan nada cukup ditekan.
“Itu menandakan bahwa kau memang mencintainya” balas Lesya
menggenggam tangan Rena.
“Dan cinta itu hanya bisa ku simpan dalam hati?” Rena
menyeritkan dahi.
Lesya tersenyum…
“Kalau kau memiliki keberanian dan bisa menahan malu yang
akan kau dapat, cintamu tidak akan hanya ada di dalam hati”
“Lalu cintaku akan bagaimana?” tanya Rena.
“Cintamu akan selalu membayangi benak Fandi meskipun dia
sama sekali tidak mencintaimu. Aku yakin” jawab Lesya sangat yakin.
Rena mengangguk…
“Namun sangat tidak mudah untukku mengatakannya. Butuh waktu
sangat lama mempertimbangkannya”
“Kau tahu itu bisa dibilang mustahil bukan?” tanya Lesya
mengangkat alisnya.
Rena mengangguk, tertunduk.
“Kau harus menghapus kemustahilan itu” tambah Lesya.
“Bagaimana caranya? Jika sekarang saja kau tahu bahwa hanya
Fandi yang selalu ku lamunkan”
“Satu alasannya itu karena kau selalu fikirkan, jika saja
kau memikirkan hal lain, atau bahkan cowok lain yang cukup menarikmu, aku yakin
itu akan membuatmu melamunkan hal lain”
“Sudahlah, lupakan saja. Mungkin lama kelamaan aku bisa
melupakan Fandi itu”
Malam ini, Rena kembali termenung, memikirkan apa yang
dikatakan Lesya. Ia juga bingung apakah ia akan melakukan apa yang dikatakan
Lesya atau tidak. Karena kebingungannya, ia memutuskan untuk menulis
perasaannya saat ini dalam buku hariannya.
Dear, diary…
Banyak hari ku lalui, berbagai macam kisah yang terlintas.
Namun.. entah mengapa lamunanku selalu sama, tak pernah
berubah.
Hanya sosok kakak kelas yang ku kagumi bernama Fandi yang
selalu ku lamunkan.
Aku tidak bisa menjauh dari angan tentang dirinya.
Aku ingin dia tahu isi hatiku.
Bahwa ialah yang terakhir dalam hidupku.
Tidak ada yang lain hanya dia.
Tak pernah ada.
Tak akan pernah ada.
Aku selalu menginginkannya.
Belaian dari tangannya.
Mungkin hanya dia.
Setelah meluapkan isi hatinya dalam buku hariannya, Rena
merasa sedikit lega. Ia pun memutuskan untuk tidur dan mempersiapkan dirinya di
esok hari.
Hari ini, Rena pergi ke sekolahnya, ia tak lupa membawa buku
hariannya yang kemarin ia luapkan isi hatinya. Ia membawanya karena ia tidak
ingin orang yang ada di rumahnya membaca apa yang ada di dalam buku itu.
Saat istirahat, Rena melihat isi tasnya. Ia heran begitu ia
tidak melihat di mana buku hariannya. Buku hariannya hilang. Rena sangat
gelisah, ia tidak ingin membayangkan jika ternyata buku hariannya diambil atau
jatuh di tangan orang lain.
“Oh, Tuhan. Di mana buku harianku” ujar Rena sambil melihat
sekitar mejanya.
“Cari apa?” tanya Lesya mengejutkan Rena.
“Ha? Buku harianku hilang” jawab Rena menggaruk-garukkan
kepalanya.
“Di mana kau meletakkannya?” tanya Lesya sambil membantu
Rena mencari buku hariannya.
“Tadi aku meletakkannya di tas, dan tidak ku keluarkan sama
sekali” jawab Rena sambil menunjuk tasnya.
“Saat pelajaran pertama masih ada?”
Rena menggeleng…
“Aku tidak tahu”
Rena dan Lesya pun terus mencari buku harian itu.
Di kantin, Rena duduk sendiri, karena Lesya yang biasa
menemaninya, hari ini tidak bisa menemaninya karena Lesya harus menemui guru
bahasa inggrisnya.
“Aduh, di mana sih buku harian aku?” tanya Rena sambil
mengaduk-aduk mienya.
Tiba-tiba seorang cowok bertubuh cukup tinggi, putih, dan
tidak asing lagi bagi Rena datang menghampirinya…
“Ini buku harian kamu?” tanya cowok yang ternyata adalah
Fandi sambil menunjukkan buku harian Rena.
“Ha? Buku harian aku? Ada di Fandi? Mampus!” ujar Rena dalam
hati.
“Hei” tegur Fandi sekali lagi.
“He? Iya” jawab Rena terbangun dari lamunannya.
“Ini” Fandi mengulurkan buku harian itu kepada Rena.
“Sorry, isinya ada yang ke baca, soalnya buku harian itu
jatuh dan ke buka” tambah Fandi.
“Iya, tidak apa-apa” balas Rena meraih buku harian itu.
“By the way, Fandi yang kamu maksud di dalam buku itu aku?”
tanya Fandi.
“Mati deh” ujar Rena dalam hati.
Rena hanya mengangguk pelan lalu tertunduk malu.
“Tidak apa-apa. Tidak usah malu apalagi canggung, mengagumi
seseorang itu hal yang wajar” ujar Fandi mencairkan ketegangan Rena.
Rena kembali mengangguk. Fandi pun beranjak pergi
meninggalkan Rena.
Dan sejak saat itu, Rena sadar bahwa impiannya untuk menjadi
pacar Fandi tidak hanya bisa disimpannya dalam hati, karena sekarang Fandi
sudah mengetahui perasaan Rena. Namun satu yang tidak bisa berubah yaitu,
takkan pernah ada yang bisa menggantikan Fandi.
***
0 komentar:
Posting Komentar