Senin, 02 September 2013

Jangan pernah berubah



Rendi datang ke kampus Gaby, karena Rendi diberitahu Papa Gaby bahwa Gaby pingsan. Setiba di kampus Gaby, Rendi bertanya keberadaan Gaby kepada salah satu dosen pengajar di kampus Gaby.
“Gaby, ada di dalam” ujar dosen itu sambil menunjuk ke arah yang dimaksudnya.
Rendi bergegas masuk ke dalam ruangan itu, di dalam ruangan, terdapat Gaby yang sedang terbaring lemas dan ada Iva yang menemani Gaby.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Rendi cemas.
Gaby menengok ke Rendi…
“Aku tidak apa-apa. Kamu kok bisa di sini?”
“Tadi papa kamu yang bilang bahwa kamu pingsan di kampus gara-gara seniormu menyuruh kamu membawa buku dalam jumlah banyak”
“Aku hanya lelah saja. Sebentar lagi juga sembuh”
“Di mana seniormu itu? Siapa yang berani mengganggumu?”
“Tidak. Dia tidak bersalah, aku sendiri yang sukarela ingin membantunya”
Tiba-tiba senior yang dicari-cari Rendi masuk ke ruangan itu dan menanyakan keadaan Gaby.
“Aku tidak apa-apa”
“Maaf aku sudah membuatmu seperti ini”
Gaby menggeleng-geleng…
“Ini bukan salahmu, ini salahku sendiri”
“Jadi ini orang yang membuat Gaby jatuh pingsan?” Rendi menunjuk wajah senior Gaby yang bernama Galang.
Gaby menarik tangan Rendi…
“Sudah, jangan menyalahkannya. Sudah ku bilang ini salahku”
“Tidak. Ini salahku” sela Galang.
Tanpa butuh waktu lama, sebuah hantaman keras melaju di wajah Galang, namun Galang tak membalas karena ia tahu bahwa ia memang bersalah.
“Rendi! Kamu sudah bersikap tidak sopan dengan seniorku” ujar Gaby emosi.
“Sekarang kamu ikut aku pulang” ajak Rendi sambil memegang tangan Gaby.
“Tidak. Aku harus tetap di sini” Gaby membantah.
“Tapi papamu ingin aku membawamu pulang. Lagipula kamu sedang sakit seperti ini”
“Berapa kali aku harus bilang, aku baik-baik saja” Gaby melepaskan tangan Rendi.
“Sudah, kau pulang saja. Apa yang dikatakan pacarmu ini benar” ujar Galang kemudian keluar dari ruangan itu.
Gaby lalu mengambil tasnya dan ikut keluar dari ruangan, diikuti Rendi dan Iva.
Di dalam mobil, Rendi terus bertanya akan keadaan Gaby, membuat Gaby risih dan tidak nyaman karena Gaby sudah berkali-kali menjelaskan bahwa ia tidak apa-apa.
“Untuk apa kamu datang ke kampus aku?” tanya Gaby menoleh ke arah Rendi.
“Karena aku mengkhawatirkanmu”
“Aku bukan lagi siswa SMP yang harus selalu diperhatikan”
“Tapi aku pacarmu, wajar saja aku mengkhawatirkan kamu”
“Kamu hanya pacar, bukan orangtuaku”
Rendi tak bisa membalas perkataan Gaby terakhir, maka ia memutuskan untuk diam.

Keesokkan harinya, Gaby menemui Galang, ia berniat meminta maaf pada kakak kelasnya yang sudah dicaci maki oleh pacarnya.
“Galang” sapa Gaby menunduk.
“Ya? Ada apa?” tanya Galang berhenti menyusun buku yang sudah setumpuk tinggi.
“Aku ingin meminta maaf soal kemarin”
“Tidak apa-apa. Lagipula apa yang dilakukan pacarmu itu suatu hal yang wajar”
“Wajar?” Gaby cukup kaget dengan pernyataan Galang.
“Jika dia memang benar mencintaimu ya tentu saja dia tidak ingin kau terluka sedikit pun”
“Tapi dia sudah membuatmu justru terluka”
“Ini memang pantas ku terima atas apa yang ku lakukan padamu” Galang tersenyum.
“Tapi bukan kau yang bersalah. Justru aku yang bersalah, karena dari awal aku yang ingin membantumu membawa buku untuk amal itu” Gaby merasa bersalah.
“Tapi jika seandainya aku tidak memenuhi keinginanmu, tentu saja kau tidak akan pingsan bikan?”
Gaby hanya mengangguk pelan…
“Baiklah, kalau begitu, sebagai permintaan maafku atas perbuatan Rendi kemarin, aku akan membantumu lagi. Membawa buku-buku ini”
“Apa? Tidak, tidak” Galang menggeleng.
“Mengapa? Kau menolak pertolonganku?” Gaby menyeritkan dahinya.
“Aku hanya tidak ingin peristiwa kemarin terjadi untuk kedua kalinya. Lagipula ini hanya pekerjaan ringan”
“Nah, karena ini hanya pekerjaan ringan aku akan membantumu” Gaby tersenyum.
“Tetap tidak” ujar Galang meninggalkan Gaby sambil membawa setumpuk buku yang sudah disusunnya.
Namun Gaby yang tetap kekeuh, mengambil setumpuk buku yang melebihi wajah Galang dan membawanya.
“Kau keras kepala sekali” ujar Galang tak bisa menolak.
Gaby hanya tersenyum.
Setelah membantu Galang membawa semua buku yang ada. Galang dan Gaby makan bersama di kantin kampus mereka.
“Aku jarang bertemu dengan junior sepertimu” ujar Galang.
“Maksudmu?” tanya Gaby tak mengerti.
“Ya, jarang ada junior yang mau membantuku dalam acara amal seperti ini. Sebagian dari mereka hanya membantuku jika mereka mempunyai maksud tertentu denganku, seperti memintaku menyusun tugas mereka”
“Mmm, jadi maksudmu aku memiliki maksud tertentu denganmu?”
“Aku tidak berkata begitu”
“Tapi tenang saja, aku tulus membantumu, tanpa pamrih”
“Nah statementsmu itu yang jarang ku temui”
“Sudahlah, tidak perlu dibahas. Selagi aku masih bisa membantu orang, tidak ada salahnya aku melakukannya”
“Ya, kau benar”
“Selain dapat memperingan pekerjaanmu, membantumu juga bisa membuatku menjadi lebih bersemangat”
“Bersemangat?”
“Ya”
Galang hanya mengangguk.

Sore hari Gaby duduk di balkon kamarnya, ia memikirkan hubungannya yang saat ini terjalin dengan Rendi. Ia tahu bahwa Rendi sangat menyayanginya, terbukti dengan perhatian dan kepedulian yang diberikannya kepada Gaby. Namun terkadang Gaby juga merasa tidak nyaman dengan emosional Rendi, salah satu contohnya seperti apa yang dilakukan Rendi kepada Galang.
“Selama ini aku hanya menjalani hubungan dengan Rendi karena keterpaksaan. Karena aku ingin membalas perhatian dan kepedulian yang ia berikan kepadaku. Tapi aku rasa, aku tidak akan bisa meneruskan hubungan ini lebih jauh, karena ini akan membuat Rendi sakit dan terluka” ujar Gaby melamun.
Gaby yang sudah tidak bisa lagi meneruskan hubungannya dengan Rendi, akan mengatakan yang sebenarnya pada Rendi malam ini.

Rendi sudah berada di tempat di mana ia akan bertemu dengan Gaby untuk mendengarkan apa yang ingin Gaby katakan padanya. Beberapa lama kemudian, Gaby datang menghampiri Rendi.
“Maaf, aku terlambat”
“Ada yang ingin ku katakan padamu malam ini” ujar Gaby.
“Apa?” tanya Rendi menyeritkan dahi.
“Aku rasa hubungan ini harus kita hentikan”
“Maksudmu?”
“Kita harus putus”
“Apa? Mengapa?”
“Selama ini aku menjalani hubungan denganmu karena terpaksa, aku hanya ingin membalas perhatian yang kamu berikan”
Rendi mengangguk menerima keputusan Gaby.
“Awalnya aku berfikir, biarkan saja waktu terus berputar, dan mencintai kamu penuh rasa sabar. Tapi akhirnya hati ini sakit kau tinggalkan, tapi aku akan ikhlas untuk bertahan”
Gaby hanya mampu berkata…
“Maafkan aku. Aku tahu cinta kamu kepadaku begitu besar, namun aku tidak bisa merasakannya”
Rendi mengangguk, dan Gaby meninggalkannya…
“Maaf Rendi, aku tidak ingin menjalaninya lebih lama lagi” ujar Gaby dalam hatinya.
Sedangkan Rendi dengan sakit hatinya merenung…
“Kamu tinggalkan aku tanpa perasaan, hingga akhirnya air mata harus jatuh, dan kekecewaanku sungguh tidak berarah”
“Jujur, aku sempat berharap, kau tidak akan berubah untuk mencintaiku. Tapi kini aku harus merelakan yang indah itu hilang, dan aku sudah merelakan yang indah itu jatuh dalam hati orang yang kau cintai”

Ternyata pada akhirnya Rendi harus rela memberikan keindahan cinta yang diberikan Gaby secara terpaksa itu hilang, dan ia berharap Gaby akan memberikan keindahan cinta yang tulus kepada orang yang ia cintai.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fitri's Blog Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger